Secret Admirer Markmina
"Seseorang yang aku banggakan, dia mengerti segala tentangku. Surat terakhir diselipkan dia dalam loker besiku. Terima kasih, maafkan aku karena telah se-egois ini untuk selalu menginginkan sosokmu disampingku. Kalaupun janji kita sudah teringkari, jangan lupakan aku yang dulu pernah menjadi sosok pengagum rahasiamu. Frasa indah ini aku pelajari saat itu, malam ini aku akan temani tidurmu. Selamat malam, hidup dari segala hidupku"
Ini buku vintage miliknya, aku tulis kalimat terakhir dalam halaman buku itu. Duduk tegak di depan meja putih. Sebuah kotak usang diselimuti debu, tergeletak di lantai. Itu benda dan foto aku bersama denganya.
Seharusnya aku tidak mengungkit kejadian masa lalu, agaknya karena ini dadaku terasa sesak. Aku rasa air mataku seperti membuat lajur di pipi, mataku meneteskan airnya. Apakah akan terasa se-sakit ini?
Aku mencoba mengamati foto yang sepertinya sangat berharga dulu. Menyila di lantai tanpa alas kaki, dan mengambil cetakan foto. Itu aku, dan dia. Apa ini saat di pantai? Aku balikan benda itu.
Kata selanjutnya yang aku temukan adalah berupa "aku harap kamu mengingatku hingga besar nanti" tertulis di tahun 2018.
Aku tentu tak mungkin bisa mengingat semua secepat ini. Tetesan air hanya terjatuh dari ujung mataku, hatiku juga sakit, tapi sebab penyebab aku seperti ini belum diketahui secara empati. Aku kira, dia hanyalah temanku. Ternyata dia lebih dari sekedar orang yang aku sukai.
Lalu.. dia berkata, jika perpisahan tak akan melerai tangan kita yang tergenggam erat.
Kenapa tuhan mengambil dia begitu cepat? kenapa dia sudah terlebih dahulu berada disana?
Batinku terus-terus dan terus menyalahkan diri hidup di dunia ini.
Apakah ada alasanku ketika mencintainya? Mengapa tuhan biarkan ingatanku seperti ini? kenapa hanya sakit yang bisa aku rasa sekarang? Aku terlihat seperti orang bisu.
Doa terbaik aku sampaikan untuk mendiang dirimu. Sehat selalu, Jaga diri kalian, dan tolong jaga ayahku disana sebelum aku menyusul kalian. Kemudian diriku menatap sedu kearah langit, tempat dimana mereka mewujudkan seribu mimpi mereka."Tolong tunggu kehadiranku...."-Tahun 2020, atas nama Kang Mina
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Agustus 2016
ckrek.Kamar, ruangan yang menyambut resahku saat pulang. Di sudut kamar masih dipajang backround dengan stand kameranya. Seperangkat alat itu ada dikamarku, ini terlihat seperti sebuah studio kecil.Aku suka memotret. Sedari dulu. Aku ingin bisa masuk studio seputar pemotretan. Berani ku bilang karena papa aku harus rehat dari partisipasi publik sosial. Kepala suku sudah berkata, aku tak bisa menyela.Aku ambil posisi, duduk di belakang kamera. Menyila, terus natap bingkai backround dengan lampunya.Di tatapanku ini, aku berharap. Di hatiku ini, aku mengomel. Kapan aku bisa memulai ini.. orang-orang terlihat mudah melakukanya, tapi aku engga. Kenapa sesulit ini untuk mendapatkan kamu. Begitu pikirku. Ada harapan? Tentu tidak. Standar aku disini hanya didorong untuk menjadi siswa yang berprestasi."hummp, huhh..."
*
"Demi demii!! Kang mina!""Daebak! M-mantan trainee CG kannn!""Anjirr" sudah tak kaget. Omongan adik kelas yang baru bertemu denganku."halo...""Pakk Hyunnn-!! Selamat pagii~!" teriaku menjerit begitu bertemu pak Hyunsik."Joheun ach-""eh!! hati-hatii p-pak..." tangkupan tanganku menghadang jatuhnya Pak Hyunsik."Ssaem gwenchana-yo??" "Ahh, gwenchana! Terima kasih banyak gadis baik...""Heheheh, santai pak. Bayar esteh di kantin aja udah lunas ko""belom gajian mau saya geplak?" Pak Hyunsik melewati diriku."Hft, boleh tapi ngga sih makasih...""Btw mau kemana guru BK kesayangan Mina ini?" Pak Hyunsik menoleh"Boleh muntah sebentar n-ngga?""Gaboleh pak, harusnya bapak minta pas saya lagi bawa kresek" Pak Hyunsik tak mempedulikan persoalan aneh itu."Saya bukan guru BK kesayangan kamu""Aaahh~ ssaem mau kemanaa??""Ruang BK dong, masa mungut sampah""Guru ini sibuk, pergi ke kelas mu sana ya" Pak Hyunsik berjalan."Oh? Mohon maaf tapi...bapak gak jadi pungut sampah?""Sa.ya.ma.u.ke.ru.a.ngan.sa.ya!""Bisa minggir tidak?!" Katanya berhenti sebentar."Mmm, arasseo. Dahal pen nyari topik, harusnya hargain dong..." aku berbicara sendiri"Mwo!?""Jangan mentang-mentang kamu akrab sama saya dari kelas 10, bisa ngomong santai gitu?!""A-anieyo!! Say-saya gak ngomong apa-apa kok pak hehe. Mina pamit!""P-pamit!? Saya belum selesai berbicara!! Hey! Kamu lupain slogan kamu!""Ssaem keep smile, have a nice day-!!" Suara Mina sampai mulus di telinga pak Hyunsik. Menggelengkan kepalanya karena tak habis pikir dengan tingkah anak itu. Cerianya memang tak se-happy virus pak tarno, tapi sisi positive dari gadis itu bisa diterima baik oleh semua orang di dekatnya.
******
"Annyeongi-gaseyo!"
/kring... kring
"Eung? Hujan.." Membelah ransel sekolah, dengan menggunakan tangan sebagai alat pencapit.
Langitnya kelihatan abu-abu pekat, dan gelap. Malah aku kira ini sudah malam.
Payungku ambil dari inventory, membukanya lebar-lebar lalu melangkah di aspal dengan banyak genangan air.
/nggiittt-JEBRAKK!!
"?!!"
"Mwoya keuge?!" Hujan yang deras, mengharuskan aku menyiritkan alisku untuk memperjelas keadaan di depan.
Menangkap bayangan, sebuah mobil sport berwarna putih terlihat menabrak plang jalan.
Sen kanan yang menyala, dan kedua lampu menyorot rintikan hujan yang amat sangat lebat. Penyok bagian kiri dan banyak kulit mobil itu yang lecet.
"OHH?!!! K-KE-KECELAKAAN!"
Refleks yang penting saat itu adalah berteriak. Tanganku juga melepas genggaman payung lebar itu, dan berlari begitu saja menerobos hujan.
"Ahhh?!! Aduh gimana!!" Pintu mobil yang tak terbuka mengharuskan aku mengambil batu besar dan menghancurkan kacanya. Lalu ku buka pintu mobil itu, dan menyelamatkan seseorang di dalam sana.Aku pangku kepalanya lalu mengecek mata, nadi, dan napas sang korban.'ini masih berdetak' "A-ahjusshi!! tolong panggil 119!" Keadaan yang untung ramai, memudahkan diriku untuk meminta bantuan."Anda bisa mendengar suara saya???""Chogiyo!!" Nihil tak ada jawaban. Orang ini pingsan. Orang-orang keluar melihat keadaan."D-darah.. augh!" Aku meraih sapu tangan lembab, dari dalam tas. Pertolongan pertama itu sangat penting adanya."119-nya mana??!" "Segera datang!""H-haksaeng!! Remaja ini juga terjatuh!" Aku beralih pandangan. Dibelakang diriku terdapat sebuah motor sport dan orangnya disana.Seperti yang aku lakukan tadi, mengecek segalanya. Tapi kagetnya, aku tak menemukan denyutan jantung dari lengan dan lehernya."Aish!!" Di tidurkan tubuh laki-laki itu, lalu dia naik diatas perutnya. Melakukan CPR yaitu kompresi pada dadanya. Berharap napasnya bisa kembali sebelum terlambat.Mengecek lehernya setelah seluruh punggungku basah. Denyut nadinya masih belom bisa ku rasakan. Aku melakukan beberapa kali lagi. Lalu memeriksa dengan tenang'Itu kembali' bebanku sedikit lega. "Anjirt 119 walau dibutuhkan dia gak bisa datang secepat yang gua kira" "Apakah ada yang mempunyai kain!! Serbet atau apalah!!" Ramai orang seperti ini, tak ada satupun yang membawa kain kecil."Aishh!" Sudah mengumpat berkali-kalu dibawah naungan hujan besar ini. Auter jahitan yang aku pakai itu basah. Aku peras sedikit, lalu aku gantungkan di lehernya, disambung ke tanganya. Hanya ini yang ada, aku bisa memberikanya.Beberapa saat setelah itu 119 dengan 2 ambulance, dan polisi datang ke lokasi. Petugas mengangkat tubuh seorang ibu-ibu itu terlebih dahulu."Kayaknya sih gak ada keretakan, tapi mohon pastikan. Benturan di kepalanya cukup keras jadi memberi luka terkoyak di ujung kepalanya" jelasku singkat. Berlari lagi menghampiri laki-laki yang tadi."Tadi napasnya sempat berhenti, takut itu tak akan kembali dengan normal. Dan karena dia pengendara motor tulang tanganya berasumsi retak sekitar 37%? hangatkan tubuhnya juga!""Nee!! Haksaeng neomu gomawo-yo!!""Iya ahjussi! Julshimhaseyo!!" Bungkuk diriku di depan mobil ambulan. Sekumpulan orang-orang sebagai penonton tadi datang menghampiri."Aigoo haksaeng gwenchanayo??""Ahh, joneun gwenchan-sseumida""Pakaian kamu basah begitu, apa haksaeng gak takut ke dinginan??""A-ahh, ahjumma gwenchana-yo. Saya udah biasa seperti ini..""Tapi tetap saja, haksaeng harus cepat ganti baju. Haksaeng, kamu perempuan.. ahjumma tak tega biarin kamu seperti ini..""Salah satu wali mohon ikut kami sebagai perwakilan!" Teriak satu dari petugas dalam mobil."Jega kalkae-yo!" Kataku mengajukan diri. "Aigo, apakah ini tidak apa apa??""Ahh, gwenchanayo..""Geurom, kamu bisa ikut ambulans itu sementara.. ajumma-ga, akan pulang dan bawa beberapa baju untuk kamu""Cepet naik, anak itu harus segera diobati..." terpaksa menerima tawaran dari salah seorang pemilik toko, aku segera masuk kedalam.Pedal gas ditancap, sirine berbunyi keras. Rasa khawatirku sekarang memang tak seberapa, tapi setidaknya tindakanku ini akan memudahkan pemeriksaan.Di dorong bangsal rumah sakit itu masuk kedalam ruang UGD.*
Diperkirakaan sejak saat itu, diriku ditimbang banyak pilihan untuk menjalani pola dan pikir kehidupan ini
Dimana proses munculnya rasa terhadap seseorang untuk tak berhenti berjuang. Ini ceritaku. Cerita dimana awal dari segala kewalahan yang berlalu. Simpang siur dan lika-liku jalan aku papah, untuk membuktikan bahwa segala bentuk ekspetasiku itu, akan ku janjikan menjadi nyata.Aku, sang pengagum rahasia yang berbeda untuk mengagumi ciptaanya.This the story of:-; 𝑺𝒆𝒄𝒓𝒆𝒕 𝒂𝒅𝒎𝒊𝒓𝒆𝒓 ;-
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
TO BE CONTINUE
Bạn đang đọc truyện trên: ZingTruyen.Store