ZingTruyen.Store

Long Fight Lty

Pssst, ini agak rate 🔞 tapi ambil baiknya yaa...

Kek dalam hubungan itu ada dua orang yang jalani, jadi kalo masih mau terus bareng, yaa harus dua duanya yang ngerasain nyaman.

Wakakakakak 😁😁

Psst lagi...

Ini hampir 2500 word lohh,

Awas aja kalo gak dikasih vote dan komen 😒

Follow IG @nagapirang dm aja kalo mau difolbek 😄




"Buka bajunya!" titah Taeyong tentunya membuat Elsyana ingin berteriak untungnya Taeyong dengan cepat membungkam mulutnya. "Sekarang, atau gue telanjangin paksa!" desis Taeyong dengan nada memaksa dan menyeramkan.

Ya kalau sudah begini apa yang bisa Elsyana perbuat. Menepis tangan Taeyong dari mulutnya, dengan perlahan ia menanggalkan blus hitam yang sedang dikenakannya saat bekerja tadi. Blus hitam itu sekarang basah dibagian punggung, dan itu karena darah.

"Lihat, punggung lo berdarah, Elsyana!" seru Taeyong saat melihat punggung putih kekasihnya ini mengeluarkan darah yang tak sedikit. "Udah, ini nggak bisa dibiarin. Ayo, kerumah sakit!"

"Nggak mau!" Elsyana berbalik menghadap Taeyong dan menolak mentah-mentah idenya. "Nanti bang Bara khawatir kalo gue sampe masuk rumah sakit lagi, bisa-bisa dia maksa balik dari Surabaya..."

Taeyong pening. Ini sudah hampir tengah malam dan Elsyana terluka tapi masih keras kepala.

Taeyong melihat sendiri bagaimana bar-barnya Elsyana menyerang Vania untuk menjambak rambut cewek itu. Tentunya dirinya ingin memisahkan Elsyana dan Vania yang sedang ribut itu, bahkan ia juga harus rela rambutnya kena salah sasaran jambakan dua gadis ini. Tapi disaat ia fokus menarik menjauh Elsyana dalam pelukannya, ia tak melihat kalau Vania sudah membawa batu yang cukup besar dan runcing lalu melemparkannya hingga mengenai punggung Elsyana, bahkan blus itu sampai robek.

"Jangan kerumah sakit, ya? Please." Elsyana mendekatinya dan memeluk pinggangnya, menampilkan wajah memohon dengan sangat, padahal Taeyong tau, bagaimana gadis ini menahan rasa sakit yang mendera tubuhnya. "Lagian lo kan juga dokter, gue percaya sama lo kok." ucap gadis itu mencoba meyakinkan Taeyong.

Taeyong menyerah, menghela napas panjang dan mendudukkan Elsyana diranjang miliknya. Taeyong pun bergegas keluar kamar untuk mengambil kotak p3k yang ada didapur rumahnya. Sementara Elsyana terdiam memandangi kepergian Taeyong yang meninggalkannya tanpa kata.

Cowok itu memang berhak marah, tapi disini Elsyana merasa dirinya tidak sepenuhnya bersalah. Vania, si ular itu memang perlu diberikan pelajaran. Sayangnya, dirinya hanya bar-bar, tapi tak pandai berkelahi. Jadi ia mendapatkan luka cakar diwajah, tangan, sampai punggungnya pun ditimpuk batu. Lagian siapa yang suka sih, kalau pacarnya diganggu bahkan sampai malam-malam begini menghampiri rumahnya segala?

Semaniak apa sih Vania sama Taeyong? Bikin jijik banget.

Taeyong memasuki kamar lagi, kali ini sudah membawa kotak p3k ditangannya. Memilih untuk diam ia pun duduk disisi ranjang menghadap punggung terluka itu dan membersihkannya secara perlahan menggunakan kain kassa.

Elsyana meringis perih dan menahan tangis. Sesekali bergerak, berusaha untuk melihat Taeyong yang sedang mode jadi dokter ini sekaligus untuk menutupi tubuhnya agar tidak sepenuhnya terbuka. Apalagi saat ini Taeyong juga membuka pengait bra miliknya, jadi Elsyana merasakan malu yang amat sangat sekaligus ekstra waspada.

"Untungnya ini nggak perlu dijahit, tapi lukanya cukup dalam dan pasti agak susah sembuh." ucap Taeyong menjelaskan. "Sakit nggak?"

Elsyana mengangguk pelan. Matanya sudah memerah dan buru-buru ia menyembunyikan tatapannya dari Taeyong. "S-sakit."

"Lagian siapa suruh sih, berantem kayak gini? Mana tu cewek gila, main nempong lo pake batu! Sekarang siapa yang rugi kalo kayak gini?" Taeyong mulai membubuhkan obat pada luka itu sambil mengomeli Elsyana.

Kini isakan itu tak tertahan lagi, Elsyana menangis. "Tapi gue puas! Seenggaknya gue udah balas dendam sama dia."

"Dendam apa?"

Elsyana langsung merapatkan bibir meski masih terisak. Tak ingin bercerita lebih lanjut. Melihat Elsyana terdiam, Taeyong pun tak menyahuti. Ia melanjutkan pekerjaannya untuk mengobati Elsyana. Untung saja kotak p3k-nya cukup terisi obat-obatan yang lengkap.

"Mukanya hadap sini." Taeyong mengangkat pelan wajah Elsyana agar menghadapnya. Mengusap bekas aliran air mata gadis itu. "Jangan nangis lagi." lalu ia dengan telaten membersihkan wajah yang terkena cakaran itu setelah Elsyana mengangguk pelan.

Sementara Elsyana sesekali meringis sakit tapi lebih banyak menatapi kagum bagaimana wajah serius Taeyong saat mengobatinya.

Punggung, wajah, lalu ke tangan. Semua Taeyong bersihkan dan obati secara perlahan.

"Ganti bajunya nih, biar bisa langsung tidur." Taeyong memberikan kaos abu-abu berlengan panjang dan celana pendek miliknya kepada Elsyana. "Nggak nyaman istirahat begitu."

"Mau kemana?" tanya Elsyana menangkap tangan Taeyong yang lagi-lagi seperti ingin meninggalkannya keluar kamar ini.

"Ke dapur, mau balikin kotak ini sama ambil minum. Ada yang mau gue ambilin?" tanya Taeyong.

"Nggak usah, nggak papa. Tapi jangan lama-lama ya."

Taeyong berdehem lalu keluar dari kamarnya, sementara Elsyana bergerak pelan-pelan mengganti pakaiannya dengan milik Taeyong.





"Mama belum tidur?" tanya Taeyong saat melihat sang mama masih duduk dimeja makan sambil mengaduk dua gelas susu coklat. "Ini mau jam satu pagi loh."

"Mama tadi udah mau tidur, tapi kepikiran sama kamu dan Elsyana, gimana dia?"

"Lukanya udah aku obatin, maaf bikin mama jadi bangun karena keributan tadi." ujar Taeyong tulus meminta maaf dan berjalan mendekat pada mamanya itu.

"Elsyana belum berubah ya, masih aja galak begitu." terdengar kekehan merdu dari Casandra. "Untung Bara lagi keluar kota, nggak tau gimana jadinya kalo dia ada disini dan adiknya dilemparin batu kayak gitu."

Taeyong tak merespon banyak ucapan dari mamanya. Ia mengambil tempat duduk dikursi disamping Casandra. Melihat anak lelakinya hanya diam dengan matanya menyorot dingin, tentu membuatnya penasaran dan melayangkan pertanyaan.

"Ada apa? Coba cerita sama mama."

"Nggak ada apa-apa, ma. Cuma capek." kata Taeyong beralasan meski tak sepenuhnya bohong, karena memang nyatanya ia sedang merasakan lelah yang amat sangat.

"Yaudah minum susunya trus tidur sana, sekalian kasih susu ini ke Elsyana dulu."

"Iya, nanti ma." sehabis berbicara seperti itu, Taeyong kembali berkutat dengan pikirannya sendiri.

Casandra tersenyum mengetahui anaknya tidak berubah sama sekali. Sejak kecil senang sekali diam dan menyimpan semua masalahnya sendiri. Mirip sekali dengan papanya, tapi inilah yang Casandra tidak sukai dari sikap kedua orang yang berharga dalam hidupnya ini. Kecuali Mahira, anak perempuannya itu meskipun terlihat kalem, tapi nyatanya tidak pernah suka memendam perasaannya. Mahira lebih mirip sekali dengan dirinya.

Rasa kantuk Casandra datang juga, beda dengan anaknya yang masih saja berdiam diri. "Mama ngantuk, mau tidur. Kamu kalo udah mau cerita, besok ya?" tanya Casandra dan bersiap beranjak menuju kamarnya.

Taeyong hanya mengangguk meski ia sudah menunggu sebentar, menanti respon lain dari anaknya itu. Casandra hanya mengelus lembut bahu Taeyong "Kalo ada masalah sama Elsyana, saran mama lebih baik kalian obrolin baik-baik. Jangan sampai kalian buang-buang waktu lagi kayak kemarin dan malah menyiksa diri kalian berdua, oke."

Taeyong mendengarkan walau dirinya hanya diam, sampai Casandra pergi kekamarnya dan meninggalkannya sendiri. Cukup lama ia berada didapur sambil terus memandangi susu coklat yang sudah mendingin itu. Bahkan mamanya saja sudah paham betul dengan kesukaan Elsyana. Padahal dulu mamanya sering sekali berdebat sampai akhirnya memarahi Elsyana yang sering sekali menjawab ucapannya.

"Kok lama?" Taeyong merasakan pundaknya berat, kini ia sedang dipeluk dari belakang oleh Elsyana, gadis yang membuatnya gundah gulana ditengah malam seperti ini.

"Kenapa belum tidur?" tanyanya pelan dan merasakan Elsyana menggeleng dilehernya. "Mama tadi bikinin susu, tapi kayaknya udah mulai dingin. Mau dibuatin yang baru?" tawar Taeyong tetapi lagi-lagi Elsyana menggeleng.

"Maaf..." bisik Elsyana lirih. "Aku maunya dimaafin sama Taeyong..." Ia sangat tau Taeyong ini amat sangat marah padanya, makanya bisa bersikap seperti ini.

Memang tidak marah secara terang-terangan. Bahkan cowok itu terkesan masih memperhatikannya dengan merawat lukanya dan menawarkan ini itu, tapi tatapan itu berbeda. Sorotnya dingin, dan hangatnya memudar.

"Let's have a deep talk..."

Taeyong mendirikan tubuhnya, menaruh kedua tangannya diperpotongan kedua kaki Elsyana dan dengan gampangnya mengangkat tubuh itu lalu berjalan kearah kamarnya. Mendudukkan kembali Elsyana pinggir diranjang, Taeyong pun mengambil kursi belajarnya dan duduk menghadap gadis itu.

Memperhatikan dengan seksama tampilan Elsyana yang kini memakai kaos kebesaran miliknya hingga celana pendeknya tidak terlihat. Jujur, disaat-saat seperti ini Taeyong rasanya ingin sekali lupa diri dan menyerang Elsyana.

"Mau ngomongin apa?" tanya Elsyana pada akhirnya karena tidak tahan ditatap sebegitunya oleh Taeyong.

"Kalo lo sendiri, ada yang mau lo ungkapin ke gue? Gue ada beberapa soalnya..."

"Apaan tuh?"

"Jawab pertanyaan gue dulu." ucap Taeyong tegas. "Apa ada yang mau lo ceritain ke gue?"

Elsyana mengulum bibirnya seraya berpikir. Apa maksudnya sih? Ungkapin apa? Ia tidak merasa mempunyai suatu rahasia yang harus diungkapkan dengan Taeyong. Elsyana menggaruk dahinya yang mendadak gatal.

Apa masalah Vania? Perlu dijelaskan kayak gimana lagi sih? Bukannya Taeyong sudah tau kalau hubungannya dengan Vania memang sangat buruk? Bahkan setelah cewek gila itu tau kalau ia dan Taeyong berpacaran, banyak bermunculan gosip buruk tentangnya dan hanya ia diamkan saja. Bahkan dulu Vania juga pernah melabraknya lagi dengan dukungan para mantan Taeyong dibelakangnya.

Yang paling diingatnya adalah kata-kata menusuk dari Vania saat itu. "Yang diliat Taeyong cuma muka sok cantik lo itu doang, setelah muka sok kecakepan lo itu ilang, kita liat apa Taeyong masih mau sama lo?!"

Apa itu yang harus diceritakannya pada Taeyong?

Meskipun ia sudah menampar Vania, hal itu tidak menghilangkan rasa takutnya. Karena terkenang satu ingatan masa SMA-nya yang dijadikan taruhan oleh satu geng cowok terkenal disekolahnya.

Apa dia harus jujur, kalau hal itulah yang jadi pemicu dimana ia sulit untuk mempercayai Taeyong seberapa pun kuatnya rasa takut kehilangan cowok itu...

"Gue minta lo untuk diungkapin, bukan malah rame disini." Taeyong sudah mengambil tempat duduk dipinggir ranjang juga, dihadapan Elsyana lalu menyentil pelan dahi gadis itu agar segera sadar dari lamunannya sendiri. "Sejak kapan sih lo jadi cewek yang mikir dulu cuma buat ngomong? Biasanya juga lo kalo ngomong nggak disaring dulu."

"Terserah, deh." sahut Elsyana seadanya dan merapikan duduknya pelan-pelan karena bergerak sedikit saja, punggungnya terasa sakit. "Trus kalo lo emang mau ngakuin apa?"

"Ada dua hal. Yang pertama, gue cemburu." ungkap Taeyong dan buru-buru melanjutkan saat melihat Elsyana ingin menyela ucapannya. "Gue cemburu ngeliat lo sama Seongwoo tadi, sampe nggak liat gue ada didepan lo."

Elsyana melongo. "Masa sih? Sama Seongwoo aja, lo bisa cemburu?"

Taeyong mengangguk. "Gimana pun, dia cowok yang udah lama suka sama lo. Gue bisa ngerasa kesaing lah. Apalagi dia juga berperan sebagai sahabat yang selalu ada buat lo selama ini."

"Please... Gue sama Seongwoo cuma..."

"Yang kedua." sela Taeyong cepat membuat Elsyana terdiam. "Seberapa besar rasa percaya lo sama gue?"

"Ha?"

Taeyong mencebik. Bibir bawahnya agak mencuat dan tatapannya pun berubah sendu. Kalau begini, Elsyana seperti melihat seorang bayi bertubuh besar yang sedang cemberut dan merajuk.

"Gue terluka." ucap Taeyong lirih. "Lo selalu bilang lo percaya sama gue... Disaat gue bilang gue sayang sama lo, disaat gue bilang kalo perasaan gue nggak main-main, atau kayak tadi, lo bilang percaya sama gue bisa ngerawat luka lo." Taeyong terdiam sesaat. "Tapi apa... Lo malah bilang, lo bingung dan dengan egoisnya lo pergi juga dari gue..."

Elsyana tak melepas tatapannya dari Taeyong yang sedang mengungkapkan keluh kesahnya ini. Benar, selama ini ia masih selalu bersikap egois dengan selalu hanya memikirkan dirinya sendiri.

"Atau kayak tadi... Lo bilang percaya, tapi lo juga ngerasa takut sama gue. Lo juga nggak bisa ungkapin apa yang lo rasain dan tentang Vania. Terkadang lo itu terlihat mudah, tapi untuk memahami lo tuh sulit... Banget."

Elsyana bergerak maju. Ia segera memeluk Taeyong dengan bertumpu pada lututnya. Tak bertahan lama karena Taeyong mengurai pelukan mereka dan membuat jarak. Wajahnya kini agak mendongak menatap Elsyana yang kini menunduk menatapnya balik.

"Jadi seberapa besar rasa percaya lo itu sama gue?"

Elsyana tak bisa menjawab. Ia malah menutup bibirnya rapat dan memalingkan wajah kekanan. Sungguh, bukannya ia tidak mempercayai Taeyong. Tapi ia cukup sulit untuk menjelaskan setelah semua yang terjadi selama ini.

Selama ini Elsyana memang hanya hidup seperti ini. Luarannya terlihat bawel, cerewet, terkesan ceplas-ceplos. Tapi jika didekati sedikit lagi, Elsyana akan menjadi pribadi yang berbeda. Ia nyatanya akan lebih sering menyimpan apa yang dirasakannya sendirian.

Elsyana pun sering merasa sulit menemukan jati dirinya sendiri.

"Ngghh, Yong..."

Akhirnya Elsyana tersadarkan lagi dari lamunannya, kali ini Taeyong tidak menyentil dahinya, melainkan memberikan kecupan dan sedikit lumatan pada rahangnya.

Taeyong tidak berhenti walau Elsyana sudah mencoba menahan pergerakannya dengan menahan kepala cowok itu, tetapi Taeyong malah bergerak pelan untuk menangkup wajah Elsyana dengan kedua tangannya dan mencium bibir si cantik ini dengan lembut.

Ciuman itu perlahan berubah saat Elsyana mencoba untuk membalas. Udara pun seakan mengerti dan ikut memanas sama seperti suhu tubuh mereka yang terasa terbakar. Kalau boleh jujur, Elsyana memang selalu merindukan ciuman posesif yang selalu diberikan Taeyong padanya ini

Ciuman yang sulit terlepas dan seakan selalu penuh puja ini memang terlalu memabukkan. Elsyana bahkan tidak pernah bisa menolak bagaimana setiap kali Taeyong menciumnya seperti ini, walau bisa dipastikan bibirnya akan pecah-pecah atau sampai berdarah nantinya. Tapi kali ini Elsyana merasakan hal lain.

Seperti penuh tuntutan dan terasa sangat mendesak. Ditambah lagi dengan gerakan tangan Taeyong yang masuk kedalam kaos longgarnya ini, tak bisa diam menggerayangi tubuhnya. Remas bagian ini dan itu sesuka hatinya saja. Membawa hawa panas ini semakin bertambah panas.

Taeyong akhirnya melepaskan ciumannya dan beralih menelusupkan kepalanya untuk menghirup aroma manis dari tubuh Elsyana dan menyerang leher putihnya untuk membuat tanda kepemilikannya disana. Sebentar kekanan atau kekiri untuk menghisapnya lembut atau bahkan mengigitinya sampai kulit itu berubah kemerahan.

Taeyong mengangkat kepalanya dan mengarahkan Elsyana untuk berbaring dengan pelan, mengingat punggung itu sedang terluka. Selama itu pula tatapannya tidak terlepas untuk menatap gadis pujaannya ini dengan intens,

Tanpa dugaan, Taeyong membuka kemeja yang dipakainya dan membuangnya sembarang. Mendekatkan lagi wajahnya kepada Elsyana, dan mengukung gadis itu dengan tubuhnya. Sementara Elsyana terperanjat, namun sadar bahwa ruang geraknya terbatasi sekarang.

Taeyong mengelusi rambut Elsyana dengan tangan kanannya yang menumpu tubuhnya. "Gue sayang banget sama lo." ucapnya pelan seperti bisikan lalu mengecup dahinya, matanya dan terakhir bibirnya.

"Ahhnng, Yongh... Pleashhh..." lenguhan bernada protes Elsyana tertahan oleh ciuman dalam yang diberikan Taeyong.

Kedua tangan Elsyana menahan dan mendorong pelan bahu Taeyong agar menjauh padanya, tapi Taeyong malah menangkap kedua tangannya dan menaruhnya diatas kepala. Reaksi Elsyana berubah. Tubuhnya  bergerak dengan resah, tak nyaman jika begini rasanya.

Karena pergerakan Taeyong tidak lagi terasa lembut dan membuainya, melainkan terasa kasar dan itu menyakitkan, untuk hatinya.

Kali ini Elsyana dapat merasakan luka dan kemarahan Taeyong.

"Yyong, g-gue... Y-yakin lo bakalan berenti..." ucap Elsyana terbata dan dengan mata berembun. Taeyong langsung menghentikan gerakannya, walau tidak mengangkat wajahnya dari leher milik Elsyana. "Ini sakit..." rintih Elsyana pelan.

Elsyana mencoba untuk mengatur napasnya yang kacau, berusaha melepas cengkraman tangan Taeyong dari tangannya. Dengan tangan kanannya ia mencoba mengarahkan wajah Taeyong agar menatapnya, lalu tangan kirinya menggenggam jemari Taeyong lembut dan mengucapkan jawaban yang tidak bisa terucap tadi. "Lo nggak akan bikin gue ngerasain sakit atau terluka. Dan kalo kita terus lanjutin ini sekarang dalam keadaan hati lo yang nggak baik, nggak cuma gue yang dapat trauma akan kedua hal itu, tapi nanti lo pun akan menyesalinya."

Elsyana pun mengulurkan kedua tangannya, meraih bahu Taeyong karena tatapannya berubah menjadi linglung. Setelahnya ia memeluk bahu lelaki itu dengan melingkarkan lengan rantingnya dileher milik Taeyong.

"Sebesar itu rasa percaya gue sama lo, jadi jangan terluka lagi."








Bạn đang đọc truyện trên: ZingTruyen.Store