ZingTruyen.Store

Long Fight Lty

"Dek, udah mau berangkat?"

Elsyana yang sedang mengoleskan lipstick di bibirnya, menoleh pada Bara yang mengintip melalui pintu kamarnya.

"Kenapa, bang?" tanyanya setelah mengangguk mengiyakan.

"Nebeng dong. Mobil abang masih dibengkel."

"Oke."

Setelahnya Elsyana berdiri untuk melihat penampilannya sendiri lalu mengambil sling bag hitam dan tas laptopnya, ia sudah siap untuk pergi.

"Gue aja yang bawa, dek." ucap Bara dengan tangan menengadah untuk meminta kunci mobil milik adiknya ini.

"Nggak mau. Abang duduk aja sih, biar gue yang nyetir."

Bara tak memaksa. Ia pun langsung masuk kedalam mobil tanpa banyak protes. Sadar diri kalau ia sedang nebeng.

"Gimana pameran kemarin? Katanya mati lampu, ya? Kok bisa, sih?" tanya Bara. "Ehiya, masih sempet sarapan nggak? Kalo masih, kita sarapan direstoran biasa, yuk!" ajak Bara.

"Gue sarapan di galeri ajalah bang. Udah nggak keburu." jawab Elsyana sembari fokus menyetir. "Abang tau dari mana ada insiden kemarin?"

Kemarin malam, galeri yang sedang mempertunjukkan beberapa karya seniman dimana Elsyana bekerja sebagai asisten kuratornya  secara mendadak mati listrik selama 5 menit. Elsyana begitu malu dan takut karena telah menggagalkan acara, tetapi setelah dijelaskan kalau itu memang terjadi diluar kendalinya, Elsyana dan kuratornya hanya bisa menunduk dan meminta maaf dengan sangat pada para seniman tersebut.

"Di ig rame. Kan abang juga follow-an sama beberapa karyawan di galeri." sahut Bara. "Nggak terasa ya, waktu udah berjalan tiga tahun... Dulu mama kurator disana, eh, sekarang malah adeknya abang yang jadi asisten kurator." ucap Bara menerawang.

Benar, waktu tak terasa terus berjalan. Elsyana telah menyelesaikan kuliahnya tahun lalu, dan memilih melamar bekerja di galeri dimana dulu kedua orangtuanya bekerja. Elsyana telah jatuh cinta dengan seni, dan itu menjadi alasan terbesarnya untuk bekerja disana.

"Dek, nanti makan malam bareng, yuk. Udah kita nggak makan sembari ngobrol-ngobrol."

"Asal abang nggak bahas yang aneh-aneh aja, mungkin aku mau." balas Elsyana.

"Bahas yang aneh-aneh? Emang kalo bahas Taeyong itu aneh?"

Elsyana menginjak rem secara mendadak, sampai Bara agak tersentak kedepan.

"Duh, dek." keluh Bara. "Yakin nih lo nggak butuh supir? Nyetirnya masih asal aja."

"Dih, apaan?! Ini kita udah sampe di depan kantor abang. Tuh!" tunjuk Elsyana pada bangunan didepan yang mana tempat Chanyeol bekerja dengan sebal. "Dan jangan suruh aku pake supir lagi, abang! Dari jaman kuliah dulu aku juga bisa nyetir sendiri kali." dumel Elsyana.

Bara tersenyum mengejek pada Elsyana. Kalau dulu Elsyana pakai aku-kamu itu tandanya adiknya itu sedang mode manja sedangkan sekarang, itu tandanya adiknya ini grogi. "Iya, bawel." sahutnya sambil mengusak pelan rambut Elsyana.

"Ah, abang! Rambut aku jadi berantakan. Heran, cowok kok suka banget ngeberantakkin cewek sih!" gerutu Elsyana.

"Oh, berarti dulu, Taeyong suka berantakin rambut kamu, ya?"

"Ah, abaaaaaanggggg...." jerit Elsyana.

Bara tertawa kencang setelahnya langsung turun dari mobil karena takut pada Elsyana yang sedang digodanya ini sementara Elsyana masih menggerutu kesal. Sebelum kembali menjalankan mobilnya, ia sempat melihat ponselnya yang bergetar karena ada pesan masuk.

Gak Jelas 1: dinner sama gue, nanti gue ajak ke restoran mahal.

Gak Jelas 2: Kak, jam istirahat siang makan bareng gue.

Gak Jelas 2: gue nggak terima penolakan, kak!

Seongwoo: Oi!

Duh, kenapa dua orang gak jelas itu mengajaknya makan sih? Kayak dia nggak bisa beli makanan sendiri aja.

Mengabaikan dua chat itu, lebih baik ia menjawab chat dari Seongwoo saja.

Kenapa?

Menyimpan kembali ponselnya, Elsyana pun kembali menjalankan mobilnya menuju galeri studio, tempat kerjanya. Sampai disana ia sudah dihadang oleh seorang cowok tinggi berbadan atletis, tapi dengan tidak tau malunya cowok itu malah manyun dihadapannya.

"Tega. Kenapa chat gue cuma diread?!"

"Dih, nggak jelas lo." Elsyana melengos dan memilih duduk dikubikelnya sendiri untuk menaruh tas.

"El, makanya kalo kerja jangan bawa bocil, suruh pulang, gih." ledek Yuqi, teman sekantornya yang dulu juga sekampus dengannya, tapi tidak begitu kenal apalagi dekat.

"Lu aja yang suruh dia pulang, kalo nggak dimarahin tantenya. Nggak berani kan lu?" sahut Elsyana masih tidak mempedulikan kehadiran cowok itu.

Yuqi hanya terbahak, tak membalas dan malah meninggalkan mereka berdua saja. "Dah lah, gua mau nemuin klien dulu."

Lagipula direktur galerinya yang sekarang itu adalah tantenya cowok ini. Dan sudah jelas, dirinya yang masih duduk dibangku kuliah semester 5 ini, bisa masuk kerja karena koneksinya tersebut.

"Kak, makan siang sama gue!" ucapnya tidak seperti mengajak atau meminta, tapi memerintah

"Yohan, mending kita kerja! Jangan ngadi-ngadi dulu deh, lu!" ucap Elsyana jengkel.

Yohan menutup mulutnya rapat-rapat. Kicep seperti anak kecil sehabis dimarahi. Elsyana melihat itu. Dan merasa sedikit menyesal karenanya.

"Iya. Iya, nanti makan siang sama gue." ujar Elsyana membuat Yohan menahan senyum. "Tapi, kita beresin dulu bekas acara kemarin..."

"Oke." Yohan tak lagi menahan senyumnya, malah menunjukkannya dengan lebar sambil mengekor pada Elsyana kemana pun cewek itu pergi.

Elsyana mengarahkan Yohan untuk mengatur kembali meja dan kursi ketempat semula. Mengecat kembali dinding yang agak mengelupas sehabis di tempeli perekat,  lem atau paku yang digunakan untuk memajang lukisan semalam. Atau bolak-balik sambil menggotong lukisan berukuran besar dengan hati-hati dan menaruhnya kembali keruang penyimpanan sebelum nantinya dikembalikan lagi kepada pelukisnya.

Selama setahun ini termasuk kedalam pekerjaannya dan Elsyana menyukai itu. Setidaknya walau hanya sebagai asisten yang mengharuskannya bekerja seperti kuli begini, Elsyana tetap mempunyai kesibukan.

Elsyana harus mempunyai kesibukan, itu saran dokter yang menangani psikisnya selama tiga tahun terakhir.

"Kak, lo nggak mau buka chapter baru?"

Elsyana menatap Yohan agak menunduk, karena ia sedang menaiki tangga lipat untuk mencabut selotip yang tertempel didinding bagian paling atas. "Maksud lo?"

"Buka chapter baru, sama gue..." ucap Yohan. "Udah sih, kak. Sini, gantian yang naik gue aja!" paksa Yohan ketika melihat Elsyana agak kesusahan meraih selotip itu walau sudah menaiki tangga.

"Jangan mulai deh, nggak jelasnya!" peringat Elsyana karena mulai mengerti dengan arah obrolan Yohan dan tidak menghentikan gerakannya seperti usulan cowok itu. Ia terus mencoba meraihnya sampai berhasil dan membuang selotip kecil itu kelantai, biar nanti sekalian disapu.

"Tiga tahun lalu, gue berhenti ngejar lo bukan berarti perasaan suka gue sama lo itu hilang, loh." sahut Yohan tak mempedulikan peringatan Elsyana. "Gue udah sering bilang itu, kan?"

Elsyana tak menyahuti lagi. Terlalu malas, karena akhirnya mereka pasti bertengkar.

"Gue berhenti ngejar lo, karena gue menghargai perasaan lo sama si biru itu. Tapi cerita lo sama dia udah kandas, kan? Trus kenapa lo masih nggak buka hati juga?"

"El, istirahat dulu yuk!" ajak Kayla sebagai kurator disini, mengajaknya untuk beristirahat sedikit.

"Yuk, mbak." sahut Elsyana tak mempedulikan Yohan lagi. Mengelap keringat yang menetes didahinya, Elsyana menuruni tangga setelahnya.

"Kak, gue lagi ngomong sama lo, loh."

"Ya, ngomong aja kenapa sih?!" Elsyana mulai kesal dan tak menggubris uluran tangan Yohan yang ingin membantu.

Bibir Yohan sudah maju, berbalik badan sembari mendumel. "Gue juga heran, kenapa gue bisa jatuh cinta sedalam ini sama lo yang bahkan masih ngarepin mantan."



Hah? Mantan, ya?


Brak!!




"Aaaawwww!!!"

"El!!" Kayla menjerit dan berlari cepat menghampiri Elsyana yang kaki kirinya salah menapak dan malah masuk kedalam sela-sela tangga.

Tak hanya Kayla, tapi Yohan juga berbalik untuk menolong Elsyana yang sedang mengelus bokongnya yang berhasil mencapai lantai.

"Sa-sakit..." wajah Elsyana sudah memerah karena menahan tangis. "Nyut-nyutan, mbak." tunjuknya pada kaki kirinya.

Yohan dengan perlahan dan hati-hati mengeluarkan kaki Elsyana dari sela tangga tersebut. Membuka snikersnya dan melihat pergelangan kaki Elsyana agak memerah.

"Coba diri dulu yuk." ajak Kayla. "Yohan dituntun dulu."

Sebenarnya tanpa disuruh pun, Yohan sudah sangat ingin membawa Elsyana dalam gendongannya.

"Sebentar, Yo. Ini sakit..." keluh Elsyana saat kaki kirinya menapak berusaha berjalan.

"Iya," Yohan tak tahan lagi, dengan gerak cepat ia menaruh satu tangannya di antara lutut Elsyana dan satu lagi dipundak. Menggendongnya kearah bangku untuk mengecek kaki gadis itu.

Elsyana memekik kecil tapi tak memrotes. Ia malah melingkarkan tangannya ke leher Yohan karena takut jatuh. Yohan mendudukkannya pelan ke kursi dan mengecek keadaan kakinya lagi.

Elsyana meringis saat Yohan menaikkan celana levis yang dikenakannya. "Pelan dong, sakit..." rengek Elsyana.

"Iya, kak. Pasti ini terkilir..." sahut Yohan. "Kak, kaki lo kayaknya berdarah!" ujar Yohan panik setelah melihat bercak merah pada kaki putih itu. Pasti ini karena gesekan kuat antara kakinya dengan tangga besi.

"Ih, Yo! Bawa aja kerumah sakit."

"Nggak usah, mbak."

"Jangan protes Elsyana!"


"Takdir macam apaan sih ini?" tanya Yohan seperti sindiran pada situasi saat ini.

Elsyana diam tak berkutik. Saat ini pergelangan kakinya sedang diperban oleh dokter. Dan tau apa yang membuatnya bungkam seribu bahasa? Itu karena dokter yang sedang merawatnya ini adalah Taeyong.

Tadi, ketika dirinya baru sampai di UGD rumah sakit, sebetulnya ia sudah melihat Taeyong yang berkeliaran dengan memakai kaus singlet karena sneli dan kemeja yang dikenakannya terkena muntahan anak kecil. Elsyana melihat itu, dan tak tau kenapa ia merasa terganggu.

Entah karena Taeyong dengan singletnya, atau karena Taeyong yang berjalan bersisian dengan seorang suster hanya dengan memakai singlet?

Inilah alasan besar dirinya tidak mau diantar kerumah sakit, karena tau kalau cowok ini sudah bekerja dirumah sakit beberapa bulan ini.

"Ck!" decakan keras Yohan menyadarkan Elsyana.

Yohan kesal, karena merasa pernah dalam situasi begini, walau tidak tepat sepenuhnya.

Dulu ia merasa kesal karena Elsyana dan Taeyong yang datang menjenguknya karena kakinya terkilir. Dan sekarang ia pun masih merasakan kesal walau situasinya berbeda.

"Yo?" panggil Elsyana pelan. "Marah?"

"Enggak, kak." jawab Yohan mati-matian menahan kesal karena melihat tatapan memelas si kakak kesayangan.

"Ini udah gue perban, tapi pasti trauma dikaki lo akan butuh waktu buat sembuh." ucap Taeyong menjelaskan.

"Ha?"

Ekspresi melongok Elsyana terasa selalu menggemaskan bagi Taeyong. "El, gue bener-bener nggak berharap kita ketemu disini." Taeyong berucap pelan. "Tapi mumpung kita ketemu disini, apa kabar?"

Yah.... Gimana mau buka new chapter sepertu saran Yohan? Percuma selama tiga tahun ini berjuang dan bertahan, kalau baru ditanya kabar saja hatinya langsung ambyar

Memang efek Taeyong selalu sedahsyat ini padanya. .

Hehehehe, sebenernya mau aku buat Long Fight book 2 ala ala gituuu..

Tapi aku malah bingung, wakakakakak... Jadi begini aja deh....

Semoga ceritanya nyambung wakakakaka

Bạn đang đọc truyện trên: ZingTruyen.Store