ZingTruyen.Store

Long Fight Lty

Yuk, ramaikan! Hehehehe





"Kayaknya semenjak pacaran sama Taeyong, abang jadi sering banget liat lo di dapur. Hebat juga si Taeyong bikin adek abang ini jadi suka masak..." itu komentar Bara saat melihat Elsyana sedang berusaha mengiris bawang merah.

Lelaki tampan itu langsung mengusak gemas rambut sang adik karena Elsyana bagaikan sedang bekerja amat sangat keras.

"Nggak sih. Masa bucin banget, ih! Masa seorang Elsyana jadi bucin, nggak mungkin." sanggah Elsyana masih fokus pada bawang merah yang sedang diirisnya ini. "Perih banget, sih!" dumelnya karena matanya merasakan perih yang membuat Elsyana ingin menangis.

"Nggak papa jadi bucin dek." ujar Bara sambil mengambil alih pisau dan talenan. "adukin nasinya aja sana, biar gampang pas digoreng." perintah Bara yang langsung dituruti Elsyana.

Elsyana secara mendadak ingin memakan nasi goreng dan setelah dilihat-lihat sepertinya membuatnya sendiri juga tidak sulit. Seperti yang dibilang Bara, akhir-akhir ini Elsyana lebih sering berada didapur dan belajar masak dengan atau tanpa Dyra disampingnya, tapi ini bukan karena Taeyong.

"Mungkin yaa, bang. Awalnya gue memang mau masak karena nggak suka aja gitu, masa gue kalah sih sama cowok? Taeyong atau abang kan jago tuh masak. Masa gue kalah? Yaa nggak terima aja gitu."

"Oh ya?"

Elsyana mengangguk, kepalanya terdongak menatap kosong seraya berpikir. "Tapi setelah gue pikir-pikir, kayaknya emang gue harus bisa masak, bang. Masa yaa bang, gue tiba-tiba ngerasa kayak nggak mau aja gitu, bergantung lagi sama orang lain. Kayak pengen gitu bisa sesuatu yang nggak ngerepotin lagi buat lo, mama atau orang lain."

Bara menarik senyum simpulnya. "Tapi dek, lo selamanya jadi adek gue. Mana pernah sih gue bilang lo ngerepotin?"

Elsyana malah mencibir. "Yaa emang nggak pernah. Cuma ngerti nggak sih, bang, rasanya tuh kayak gitu. Apalagi sebentar lagi lo mau nikah sama kak Irene..."

Bara jelas menangkap nada sedih itu. "Apasih, dek. Nggak gitu."

"Nggak gitu apa?"

"Lo pasti mikir gue bakalan jauh dari lo setelah nikah kan? Gue jamin, gue nggak akan kayak gitu." Bara memberikan talenan berisi bawang yang sudah diirisnya itu pada Elsyana.

"Yaa, siapa yang tau masa depan sih, bang?" Elsyana mengendikkan bahu. Lalu Menundukkan kepala dengan tangan yang sibuk mengaduk bawang yang sudah masuk kedalam penggorengan.

Bara mendekat pada Elsyana. Kedua kakak beradik berpostur tinggi ini saling bersisian. Yang satu sedang mengaduk sok fokus membuat nasi goreng, yang satunya lagi hanya memperhatikan gerakan sang adik.

"Tau nggak deg-degan pertamanya abang tuh kapan?" tanya Bara dengan tangan yang tak diam, mengarahkan apapun untuk membantu Elsyana dalam membuat nasi gorengnya ini.

Elsyana hanya menoleh sebentar, melihat abangnya yang sedang memberikan senyum padanya ini.

"Pas umur tujuh. Deg-degan pertamanya gue tuh bukan karena mau masuk sekolah atau karena dapat kuda poni dari nenek, tapi karena gue dengar mama hamil dan gue bisa jadi abang." Bara mulai bercerita.

"Dari semenjak itu gue nggak pernah berhenti nanyain keadaan mama yang perutnya lagi berisi calon adik gue. Ma, gimana keadaan adik Bara? Maa, adik Bara di dalam perut udah makan belum?" ujar Bara mengingat pertanyaan anehnya pada saat itu.

"Gue bahagia dan seheboh itu dari mama hamil sampai dia lahir ke dunia, gue bisa merasakan dialah pemilik cinta pertama gue. Sampai saat ini, sampai dia udah besar dan punya pacar sendiri." Bara mengelus rambut halus Elsyana. "Dia tetep jadi pemilik cinta pertamanya Bara, namanya Elsyana Alsava Surendra, adik kesayangannya Elbarack Surendra."

Elsyana jadi menangis mendengarnya, merengek memeluk tubuh tinggi abangnya itu. Bara dengan sigap menahan tubuhnya, setelah mematikan kompor, lelaki itu pun mengelus punggung sang adik.

"Terlalu sweet ya?" tanyanya pada sang adik.

Elsyana mengangguk. Inilah yang tidak bisa membuatnya menentang lebih lanjut hubungan abangnya ini dengan Irene, karena abangnya dan Irene adalah pasangan yang sama baik hatinya. Jadi walaupun awalnya ia tidak suka dengan Irene, lambat laun wanita cantik itu bisa mengambil hatinya. Tetapi ada perasaan tak rela juga ketika kemarin Bara melamar kekasihnya itu di hadapannya bersama keluarga. Ia takut tersaingi dan perhatian sang abang akan teralihkan darinya.

"Udah sih nggak usah takut gue tinggal. Sehabis nikah pun gue juga tetep jadi abangnya Elsyana." Bara kembali mengusak gemas rambut adiknya itu, sembari memberikan pengertian kalau ia takkan berubah.



Taeyong memperhatikan Elsyana yang merundukan kepalanya sedari tadi. Entah apa yang sedang dilihat kekasihnya itu, sampai-sampai wajah tampannya saja tidak dilirik sama sekali oleh gadis itu.

"Ada apaan sih dibawah sana?" tanya Taeyong guna menarik perhatian Elsyana dari bawah sana.

"Eum? Nggak ada." jawab Elsyana sepertinya linglung sendiri.

"Udah sih, nggak usah malu masalah yang kemarin." kata Taeyong pelan lalu berdeham.

"Masalah? Emang masalah apaan? Nggak jelas." sahut Elsyana masih denial.

Taeyong menyunggingkan senyum miringnya. "Yang malam itu loh. Bukan salah lo, kalo lo lagi datang bulan. Trus setelah gue pikir free sex it's not my style..."

"APASSIIIHHH!!!" Elsyana langsung berteriak murka. Menyerang lengan sebelah kiri Taeyong dengan memberikan pukulan tenaga penuh miliknya. "Udah jangan dibahas!"

"Heh! Nanti kita kecelakaan!" sentak Taeyong mengendalikan laju mobil agar tetap stabil.

Elsyana seketika berhenti, bersidekap lalu kembali pada kegiatan awalnya, yaitu melihati kemanapun dan apapun asal itu bukan Taeyong. "Jangan bahas itu lagi. Gue malu. Dan coba diem aja sampe dikampus."

Akhirnya niat menggoda Taeyong pun hilang, berganti rasa menyesal karena sudah membentak Elsyana. Dengan tangan kirinya menarik pelan tangan kanan kekasihnya itu lalu perlahan mengecupinya dengan lembut.

Seharusnya ia pengertian kalau Elsyana pasti malu membahas apa yang terjadi di malam itu. Malam dimana mereka hampir kelepasan untuk melakukan hal yang tidak-tidak. Entahlah, Taeyong bingung harus merasa beruntung atau tidak setelah dengan polosnya kekasihnya itu berkata.

"Emang kalo lagi dapet boleh lakuin yang kayak gitu?"

Mereka telah sampai dipekarangan kampus dan Taeyong memilih memarkirkan mobilnya didepan pos satpam fakultas Elsyana. "pulang jam berapa? Nanti gue usahain jemput."

"Nggak usah juga nggak papa. Gue bisa..."

"Jangan naik angkot." sela Taeyong.

Elsyana berpikir cepat, hampir saja ia lupa kalau sekarang ia tidak bisa menebeng pulang dengan siapapun selain dari Taeyong.

"Jemputnya pas lo selesai aja. Gue tunggu diperpus, sekalian ngerjain tugas disana."

"Kalo gue selesainya malem?"

"Gue tungguin, tapi lo emang tega biarin gue nunggu sampe malem?" akhirnya Elsyana menatap Taeyong dengan tatapan memelas kebanggaannya. Jelas menjadi kebanggaan, karena biasanya siapapun tidak ada yang bisa tega berkata tidak padanya.

"Iya-iya. Nanti gue kesana."

Elsyana menundukkan kepalanya lalu tersenyum girang. Sebenarnya bayang-bayang malam itu masih disimpan jelas dipikirannya, susah sekali untuk menghilang. Makanya ia tidak pernah tahan menatap wajah Taeyong berlama-lama.

"Oh iya. Nih." Elsyana menyerahkan tote bag pada Taeyong. "Bekal. Tadi gue nyoba bikin nasi goreng sama bang Bara. Rasanya nggak ancur-ancur banget kok, tapi kalo emang lo nggak suka, boleh lo buang." ucap Elsyana acuh tak acuh.

"Mana ada." sahut Taeyong mengambil tas itu cepat.

"Oke."

"Eh, bentaran." Taeyong menahan tangan Elsyana yang ingin keluar dari mobilnya. Mendekatkan wajahnya dan mengecup cepat kening serta pipi Elsyana. "I love you."

Elsyana mengerjapkan mata beberapa kali sambil menatap Taeyong yang tersenyum bahkan terkekeh padanya. Sebelum kepala itu semakin jauh, Elsyana tarik saja dan membalas dengan mengecup bibir kekasihnya ini.

Sementara Taeyong masih terkaget, Elsyana hanya ber-hehe sebentar lalu memilih turun meninggalkan Taeyong.

"Sialan gue gemes." gerutu Taeyong mengusak rambutnya kebelakang sambil menatap Elsyana yang melambaikan tangan riang sebelum masuk kedalam gedung.


Kelas Elsyana sudah bubar tepat pukul tiga. Untuk itu segera ia berjalan agak cepat menuju perpustakaan. Tugasnya ada beberapa yang belum terselesaikan sepenuhnya dan niatnya adalah untuk merampungkannya hari ini.

Elsyana tanpa sengaja bersitatap dengan Seongwoo yang sedang makan dikantin. Segera ia memutar bola matanya jengah persis seperti anak kecil yang sedang bermusuhan. Lalu melintasi begitu saja kantin yang ramai dan juga Seongwoo menuju gedung perpustakaan disebelahnya.

Elsyana pun mendudukkan diri dan mulai berkutat dengan tugasnya. Tidak sebentar mungkin hampir dua jam ia disana dan belum ada kabar apapun dari Taeyong. Elsyana pun menaruh kembali ponselnya tanpa minat.

"Ya seharusnya lo nggak gitu, dong!"

Elsyana tersentak kaget saat tiba-tiba speaker yang biasanya digunakan untuk menyiarkan radio kampus tiba-tiba aktif dengan suara nyaring seorang perempuan.

"Kasian kan Elsyana!"

"Itu nama gue?"

"Ya emang seharusnya nggak gitu, cuma, ya biarin aja sih. Itu urusan Taeyong, njir." sekarang suaranya berganti suara lelaki.

"Tapi lo pikir, dong. Gimana perasaannya Elsyana kalo tau motif Taeyong macarin dia cuma buat bikin dia takluk doang? Setelah itu apa? Setelah dapet enaknya Elsyana bakalan dia buang gitu aja?"

Setelah itu tidak ada percakapan apapun lagi.

Elsyana dapat mendengar beberapa orang didalam perpustakaan ini mendadak bersuara walau hanya seperti dengungan kumpulan lebah.

"Kasian ternyata cuma dimainin."

"Gue rasa abis dapet perawannya juga ditinggalin."

"Gila. Ternyata Taeyong masih sama aja brengseknya."

"Tapi Taeyong gantengnya nggak main-main, njir."

Langsung saja Elsyana membereskan kertas-kerta tugasnya dan alat tulisnya itu lalu memasukkannya kedalam tasnya. Memasang earphone ditelinga dan menyetel lagu dari ponsel dengan sekeras-kerasnya. Malas saja mendengar orang-orang itu bergosip mengenainya dan Taeyong.

Lagipula kenapa Taeyong harus sepopuler itu sih?! Menyebalkan karena semua manusia penghuni kampus ini pasti mengenal Taeyong.

Dan lagi siapa juga dua orang yang menyiarkannya itu lewat radio kampus tadi?

"Dasar goblok, ngapain juga ngobrol didalem ruang siaran?!" gerutu Elsyana berjalan cepat keluar dari perpustakaan.

Sampai ia dihadang seseorang. Baru saja ia ingin mendamprat cowok dihadapannya ini tapi ia menahan diri.

"Apa?!" Elsyana menarik sebal kabel earphonenya. "Gue belom putus dari Taeyong!"

"Gue denger yang tadi."

"Trus apa?" tanya Elsyana pelan. Bahunya merosot lemah membuat tas dan ponsel yang berada digenggamannya berjatuhan kelantai.

"Sini gue peluk."

Seongwoo maju dan menarik Elsyana kedalam pelukannya. Perasaannya tak pernah bisa dipungkiri kalau Seongwoo masih punya rasa itu. Bahkan ketika bahu gadis dalam pelukannya ini bergetar tanda bahwa ia sedang menangis, hatinya pun ikut terasa tersayat.

Sementara Elsyana kebingungan. Kenapa juga harus ia menangis seperti ini? Kenapa rasanya harus sesakit ini? Bahkan perasaannya terasa beribu kali lebih perih ketimbang pada saat ia mengupas dan mengiris bawang pagi tadi.

"Taeyong ng-gak gi-gitu." gumamnya sambil terus menangis.




Bạn đang đọc truyện trên: ZingTruyen.Store